Rabu, 29 Oktober 2014

Mau Mendidik Murid Menjadi Beradab, Apakah Sekolah Kita Sudah "Beradab" | Pendidikan | Psikologi | Entrepreneur Bagian 1

Ada kisah menarik dari Rekan saya, dari rekannya,dari rekannya, dari rekannya, entah siapa hahaha... (Nanti di akhir kisah saya tuliskan nama dari yang mengalami kisah ini) :D




Pertanyaan mendasar... "Apakah Sekolah Kita Sudah "Beradab"?

Setahun terakhir ini saya terlibat membantu program Teaching Respect for All UNESCO. Saya juga membantu sejumlah sekolah agar menjadi sekolah welas asih (compassionate school). Dua hal di atas membawa saya bertemu dengan sejumlah sekolah, pendidik, hingga aktivis revolusioner dalam menciptakan pendidikan alternatif.
Di benak saya ada satu pertanyaan: sudah se-compassionate apa sekolah kita?
Sejauh mana sekolah menumbuhkan sikap respect pada siswa dan guru, serta semua unsur di lingkungan sekolah?

Compassion (welas asih) dan respect (sikap hormat dan emphaty) adalah bagian dari adab (akhlak) maka pertanyaannya bisa sedikit diubah dan mungkin terdengar kasar: sudah seber-adab apakah sekolah kita?
Rekan saya melakukan sebuah experimen yang menarik. Dia berkunjung ke Sekolah Ciputra, sekolah millik pengusaha Ciputra yang menekankan pada karakter, leadeship dan entrepreneurship serta memberi penghargaan pada keragaman agama dan budaya.
Pada kunjungan pertama rekan saya itu datang dengan baju necis menggunakan mobil pribadi. Di depan gerbang, pak satpam langsung menyambut hangat, "Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?"

Rekan saya menjawab bahwa dia ingin bertemu dengan kepala sekolah, tetapi dia belum buat janji. Dengan sopan Pak Satpam berkata, "Baik, saya akan telepon pak kepala sekolah untuk memastikan apakah bisa ditemui. Bapak silakan duduk, mau minum kopi atau teh?"
Pelayanan yang begitu mengesankan!
Di waktu lain, rekan saya datang lagi, dengan penampilan yang berbeda. Baju kumal, dengan berjalan kaki. Satpam yang bertugas memberikan sambutan yang tak beda dengan sebelumnya, dipersilakan duduk dan diberi minuman.

Saat berjalan menuju ruang kepala sekolah, satpam mengantarkan sambil terus bercerita menjelaskan tentang sekolah, bangunan, serta cerita lain seolah dia adalah seorang tour guide yang betul menguasai medan.
Bertemu dengan kepala sekolah tak ada birokrasi rumit dan penuh suasana kehangatan. Padahal rekan saya itu bukan siapa-siapa, dan datang tanpa janjian sebelumnya.
Melatih satpam menjadi sigap dan waspada adalah hal biasa.
Tetapi menciptakan satpam dengan perangai mengesankan pastilah bukan kerja semalaman.
Pastilah sekolah ini punya komitmen besar untuk menerapkan karakter luhur bukan hanya di buku teks dan di kelas. Tapi semua wilayah sekolah, sehingga saat kita masuk ke gerbangnya, kita bisa merasakannya. Itulah hidden curricullum, culture.

Di kesempatan lain, saya bersama rekan saya itu berkunjung ke sebuah sekolah Islam yang lumayan elit di sebuah kota besar (saya tidak akan sebut namanya). Di halaman sekolah terpampang baliho besar bertuliskan, "The most innovative and creative elementary school" sebuah penghargaan dari media-media nasional.
Dinding-dinding sekolah dipenuhi foto-foto siswa yang menjuarai berbagai lomba. Ada dua lemari penuh dengan piala-piala. Pastilah sekolah ini sekolah luar biasa, gumam saya.

Kami berjalan menuju gerbang sekolah menemui satpam yang bertugas. Setelah kami mengutarakan tujuan kami bertemu kepala sekolah, satpam itu dengan posisi tetap duduk menunjuk posisi gerbang dengan hanya mengatakan satu kalimat, "lewat sana".
Kami masuk ke sekolah tersebut. Di tangga menuju ruangan kepala sekolah, ada seorang ibu yang bertugas menjadi front office menghadang kami dengan pertanyaan, "mau kemana?" dengan wajah tanpa senyum.

Saat tiba di ruangan kepala sekolah, kebetulan saat itu mereka sedang rapat maka kami harus menunggu sekitar 45 menit. Selama kami duduk, berseliweranlah guru, datang dan pergi tanpa ada ada yang menghampiri dan bertanya, " ada yang bisa saya bantu?"
Akhirnya kepala sekolah mempersilakan kami untuk masuk ke ruangannya. Baru ngobrol sebentar, tiba tiba seseorang di luar membuka pintu dan memasukkan kepalanya menanyakan sesuatu kepada kepala sekolah yang tengah mengobrol dengan kami.
Tak lama dari itu tiba-tiba seorang guru masuk lagi langsung minta tanda tangan tanpa peduli bahwa kami sedang mengobrol.

Bersambung... (semoga ga kecewa yaaa  :D)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar